pencarian

Minggu, 26 April 2009

Jika Anak Berkebutuhan Khusus Mulai Puber

oleh
Asuhan Hidayat (Dosen PLB & Psikiologi FIP UPI)

Pengasuh yang kami hormati. Kami mempunyai seorang anak-anak laki-laki (18 tahun) dan sejak SD sudah didiagnosis autis. Saat ini dia duduk di kelas 11 SMA di kota Bandung. 

Orang di sekitar dia banyak memberikan perhatian kepadanya. Suatu saat kami ajak berkunjung ke rumah keluarga, dan seorang sepupu wanitanya menunjukkan perhatian kepadanya. Tapi begitu tunangan sepupunya itu datang, tentu perhatian berpindah. Anak kami tidak bisa menerima hal ini dan terus menerus berusaha memperoleh perhatian sepupunya kembali. Ketika perhatian tersebut tidak diperolehnya, dia marah kepada kami dan orang-orang di sekitanrnya. 

Kadangkala dia juga menunjukkan perilaku lain yang kurang patut seperti adanya dorongan seks dengan diikuti tindakan menggosok-gosok alat kelaminnya, membuka baju sembarangan, menyentuh orang lain dengan cara yang tidak dapat diterima, atau mengembangkan ketertarikan berlebihan pada orang-orang tertentu. Perilaku seperti ini sangat mencemaskan kami. Oleh karena itu saya ingin memperoleh penjelasan, yaitu (1) apakah perilaku anak saya tersebut pertanda masa puber? (2) bagaimana caranya saya membimbing dan memberi penjelasan padanya supaya memahami dengan baik cara menghadapi masalah pubertas? Terima kasih.

Lusi Perwitasari di Bandung 

Tampaknya persoalan pubertas ini, khususnya pada anak berkebutuhan khusus (ABK), masih ditanggapi secara dangkal dan belum disikapi secara bijak. 

Pada masa pubertas, individu dewasa pada umumnya memiliki banyak masalah yang sama dengan individu berkebutuhan khusus. Dalam hal komunikasi misalnya, ada masalah hubungan sosial-interpersonal, mencari pekerjaan, kesehatan dan masalah menghadapi pubertas. Sebagian besar individu berkebutuhan khusus sulit memahami hukum sosial. Sering kali individu autistik laki-laki begitu saja mendatangi wanita yang ia sukai dan langsung bertanya apakah wanita tersebut mau pergi dengannya. Demikian pula munculnya perilaku menggosok-gosok alat kelaminnya di depan orang banyak, karena dia berpikir itulah salah satu cara memperoleh kepuasan. 

Bagaimana kita mencoba mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut? Howlins (1997) mengusulkan beberapa cara, 1) Menumbuhkan kesadaran akan diri sendiri, 2) Memperluas kontak sosial, 3) Menghindari potensi terjadinya masalah, sejak masa kanak-kanak, 4) Pendidikan seksual, 5) Meningkatkan mutu kehidupan secara keseluruhan.

Banyak permasalahan pubertas yang dialami oleh remaja. Sebagian individu autistik dan berkebutuhan khusus lainnya mampu mengembangkan strategi penyesuaian diri, walaupun hal ini lebih merupakan upaya "menghindari" dan bukannya menangani permasalahan. Pendekatan efektif lainnya adalah dengan meningkatkan kontak sosiai. Misalnya kesempatan untuk bergaul dengan orang lain seusia dan seminat, akan mengurangi tuntutan memiliki hubungan intim dengan orang lain. Mereka tetap membina kontak, tetapi tidak terpaku pada keinginan untuk membina hubungan intim.

Sejak masa kanak-kanak, penting sekali menghindari perilaku yang bisa mengarah pada masalah di masa depan, misalnya membuka pakaian anak di muka umum, keinginan anak untuk menyentuh payudara atau kaki orang lain. Pada saat mereka kecil mungkin hal ini dianggap lucu, tapi saat mereka berkembang remaja hal ini sudah tidak lucu lagi, bahkan tidak patut.

Satu-satunya langkah paling efektif adalah menghalangi terjadinya perilaku tersebut secara tegas dan konsisten. Aturan harus jelas dan tidak bermakna ganda, termasuk mengenai dimana berpakaian atau berganti pakaian, topik apa yang dapat dibicarakan bersama orang yang baru dikenal, sampai ke aturan dimana dan kapan bisa masturbasi. Selain pengertian tentang perubahan fisik, aspek sosial, keterampilan dan emosional. Penting juga mengembangkan perasaan positif terhadap diri sendiri (self love and self acceptance). Perasaan positif terhadap diri sendiri ini sangat penting dan menentukan, yaitu dengan cara memerhatikan tingkat pemahaman, kemampuan berbahasa, tingkat fungsi sosial, perilaku dan kematangan emosi setiap individu, sehingga materi pengajaran juga dapat disesuaikan dengan kondisi anak.

Tahap ini sering kali terlewatkan karena memang sulit diterapkan pada individu berkebutuhan khusus. Tetapi setidaknya topik-topik tertentu harus dibahas, misalnya identifikasi anggota tubuh, bagaimana berhadapan dengan menstruasi dan masturbasi, aspek kebersihan diri, dan perilaku sosial yang patut dan mulai dari bagaimana berhubungan dengan orang yang baru dikenal maupun yang sudah akrab serta sampai pada bagaimana berpakaian pantas atau bagaimana menggunakan toilet umum.

Di samping itu, ada dua jenis bimbingan yang diperlukan anak dalam konteks pendidikan seksual, yaitu (a) Anak harus tahu batasan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dari perilakunya, misalnya tidak boleh membuka baju di depan orang lain. (b) Anak harus diajarkan dasar - dasar keterampilan sosial. Tanpa dasar seperti ini, ia akan sulit memasuki tahapan yang lebih rumit dari hubungan antarmanusia seperti persahabatan, cinta, perkawinan, sampai perilaku kebutuhan seks. 

Dalam hal ini lebih baik membantu individu tersebut untuk memperbanyak alternatif kegiatan yang dapat ia lakukan di waktu luang, seperti diskusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar